Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Kemitraan, dan Jejaring Kemitraan dan Jejaring

Sumber : Rencana Induk Geopark Dieng

Pengembangan Kawasan Geopark Dieng mengintegrasikan prinsip konservasi, edukasi, dan ekonomi yang diwadahi dalam satu kesatuan pengembangan pariwisata. Prinsip tersebut didasarkan pada standar geopark internasional yang mencakup tiga aspek konservasi dan pengembangan yaitu keragaman geologi, biologi, dan budaya dengan mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan (Yuliawati, A. K., dkk. 2016). Penelitian Humaedi dkk., (2021) menjelaskan bahwa konsep geopark tidak hanya berfokus pada sistem konservasi warisan alam saja, akan tetapi juga terdapat sistem manajemen pembangunan berkelanjutan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di kawasan konservasi tersebut. Oleh karena itu, pengembangan Kawasan Geopark Dieng membutuhkan pengelolaan terintegrasi dari beragam pemangku kepentingan. Intervensi pengelolaan tidak hanya tertuju pada kondisi fisik lingkungan, namun juga terhadap manusia dengan segala dinamika di dalamnya.

Secara umum, akselerasi pengembangan wilayah membutuhkan kerja sama dari beragam pemangku kepentingan atau stakeholder mulai dari unsur pemerintah, swasta, masyarakat, akademisi, hingga media/komunitas (Calzada, 2016; Junaid, 2019; S Halibas dkk., 2017). Hal ini selaras dengan penelitian Raharjana dkk., (2019) yang menunjukkan bahwa pengelolaan pariwisata Dataran Tinggi Dieng selama ini telah melibatkan 33 stakeholder dari berbagai unsur. Stakeholder-stakeholder yang terlibat di antaranya Kemenpar, Disporapar Jateng, BPCB Jateng, Disbudpar, Bappeda, Pokdarwis, BUMN, FEDEP, Swasta, Dinas PUPR, Kemendikbud, Universitas, KLHK, KemenESDM, Dinas Perhubungan, BPBD, Disperindagkop, Dislingk Hidup, BPKAD, Kecamatan, Desa, Perhutani Jateng, BKSDA Jateng, LMDH, Kelompok Tani, Dinas Peternakan, HPI, LSM, Penghayat, Media, Tanker, Puskesmas, dan Perbankan. Namun, jalinan pengaruh dan kepentingan antar stakeholder yang terlibat tersebut masih cukup kompleks. Stakeholder-stakeholder tersebut masih memerlukan peningkatan koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi untuk mengelola pariwisata Dieng.

Secara existing, stakeholder-stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan pariwisata Dataran Tinggi Dieng meliputi lima unsur pemangku kepentingan membentuk kolaborasi pentahelix. pemerintah, swasta, masyarakat, akademisi, dan media telah berkontribusi dalam pengembangan pariwisata di Dataran Tinggi Dieng. Namun, stakeholder-stakeholder tersebut belum terwadahi menjadi satu sehingga kegiatan-kegiatan yang dijalankan antar stakeholder belum selaras dan terpadu. Misalnya dari segi geografis, Dataran Tinggi Dieng berlokasi pada dua kabupaten yaitu Wonosobo dan Banjarnegara sehingga pengelolaannya juga terpisah secara administratif. Selain itu, setiap obyek wisata tidak hanya dikelola oleh pemerintah, namun ada juga yang dikelola swasta maupun kelompok masyarakat. Adanya rencana pengembangan Kawasan Geopark Dieng memungkinkan hadirnya solusi baru bagi pengelolaan potensi dan kekayaan alam Dieng. Pengelolaan Kawasan Geopark Dieng akan dilakukan secara terintegrasi dibawah naungan Badan Pengelola Taman Bumi (Geopark) Dieng. Badan pengelola tersebut secara struktur telah memasukkan unsur pemerintah, akademisi, dan kelompok masyarakat dengan posisi pemerintah sebagai pemangku kepentingan utama. Posisi Badan Pengelola Geopark Dieng tersebut cukup strategis, sebab pengelolaan pariwisata Dataran Tinggi Dieng selama ini belum terintegrasi dengan baik.

Gambar 3.8 Kolaborasi Stakeholder Pengembangan Kawasan Geopark Dieng Sumber: Tim Penyusun (2023)

Adanya wadah yang menaungi kolaborasi stakeholder-stakeholder Kawasan Geopark Dieng diharapkan dapat memperkuat dan menjaga keberlanjutan pengelolaan kawasan (Humaedi dkk., 2021). Badan Pengelola Geopark Dieng dapat mengatur pembagian peran antar stakeholder yang terlibat. Pemerintah akan berperan dalam membantu menyusun kebijakan, mengatur penganggaran, serta mengoordinir kerja sama multi stakeholder (Nainggolan dkk., 2020; Liu dkk., 2021). Kemudian swasta merupakan stakeholder yang memiliki sumber daya modal, inovasi, dan teknologi sehingga dapat membantu memanfaatkan dan mengolah potensi kawasan (Liu dkk., 2021; Napitupulu & Muhyidin, 2021). Masyarakat sebagai pelaksana utama kegiatan pengembangan kawasan (Napitupulu & Muhyidin, 2021). Akademisi berperan dalam menyumbangkan konsep dan ide berdasarkan penelitian (Putri & Santoso, 2020) mengenai formula strategis untuk memajukan pengembangan potensi kawasan (Nainggolan dkk., 2020). Sementara komunitas merupakan suatu kelompok yang mampu mengoordinir semua elemen dalam pengembangan potensi kawasan (Yuningsih dkk., 2019). Adanya pembagian peran antar stakeholder akan mengurangi tumpang tindih pelaksanaan program. Sistem kolaborasi ini dapat menarik perhatian stakeholder-stakeholder baru sebab salah satu faktor penentu suatu pihak tertarik bekerja sama disebabkan adanya pengelolaan jaringan kerja sama yang baik. Keterlibatan beragam stakeholder ini diharapkan dapat meringankan beban pembiayaan pengembangan geopark, juga mengakselerasi pelaksanaan program yang telah direncanakan.

Pemberdayaan Masyarakat

Pengembangan Kawasan Geopark Dieng bertujuan untuk melakukan konservasi dan edukasi sekaligus untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Menurut penelitian Raharjo dkk., (2019) tidak mudah memadukan pemeliharaan lingkungan sekitar dan peningkatan ekonomi masyarakat secara bersamaan. Faktor kunci keberhasilan keduanya terletak pada partisipasi masyarakat lokal dalam aktivitas pengembangan. Konsep Geopark Global Unesco (GGU) juga menekankan adanya keterlibatan masyarakat lokal dalam mengatur, memelihara, dan melestarikan kebudayaannya sebagai stakeholder utama dalam kawasan geopark. Masyarakat lokal dalam kawasan geopark merupakan pelaku utama yang melakukan konservasi dan edukasi, yang pada akhirnya akan

mengangkat ekonomi kawasan melalui aktivitas pariwisata berbasis geopark. Sementara pemerintah pada prinsipnya hanya sebagai fasilitator pengembangan geopark. Oleh karena itu diperlukan pendampingan atau pemberdayaan masyarakat untuk memaksimalkan potensi kawasan (Simatupang, 2019).

Badan Pengelola Taman Bumi (Geopark) Dieng memiliki salah satu tugas untuk melakukan konservasi dan pemberdayaan masyarakat serta meningkatkan ekonomi masyarakat lokal sekitar Geopark Dieng. Dalam praktiknya, badan pengelola tersebut hanya akan memegang fungsi kebijakan, sementara pelaksanaan teknis program di lapangan dijalankan oleh masyarakat setempat sebagai pelaku utama. Dari hasil observasi lapangan, masyarakat yang terlibat dalam pengembangan pariwisata Dataran Tinggi Dieng meliputi kelompok sadar wisata, pengelola obyek wisata, serta penyedia jasa wisata seperti pemandu wisata, penyedia penginapan, kuliner, dan moda transportasi yang tersebar di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Pengelolaan pariwisata yang belum terpadu menyebabkan aktivitas-aktivitas masyarakat yang tidak teratur sehingga mengakibatkan pengembangan pariwisata Dieng yang cenderung eksploitatif.

Pemberdayaan masyarakat perlu dilaksanakan secara terstruktur dan terencana (Humaedi dkk., 2021). Pemberdayaan masyarakat tidak sekadar menyelenggarakan program peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) melalui sosialisasi dan pelatihan, akan tetapi perlu dilakukan pendampingan intensif pada masyarakat untuk mengubah mindset dan mengasah keterampilan (Simatupang, 2019). Pemerintah wajib hadir untuk mendampingi masyarakat dalam meningkatkan kapasitas dirinya secara intensif. Jika pemerintah mengalami keterbatasan untuk hadir mendampingi masyarakat secara intensif, kewenangan ini dapat dilimpahkan pada tenaga profesional seperti swasta yang menyediakan jasa pendampingan atau lembaga swadaya masyarakat.

Kunci pertama berjalannya kegiatan pemberdayaan masyarakat sekaligus menjadi salah satu indikator utama keberlanjutan pembangunan yaitu adanya penggerak lokal dalam suatu kawasan. Penggerak lokal merupakan SDM internal kawasan yang menjadi ujung tombak berlangsungnya setiap kegiatan pembangunan. Penggerak lokal umumnya digambarkan sebagai sosok yang memiliki peran dominan dalam mengarahkan dan mengoordinir pembangunan (Putra, 2013). Banyaknya kelompok masyarakat Dieng yang telah beroperasi dalam aktivitas pengembangan pariwisata perlu dilakukan pemetaan stakeholder untuk mengetahui aktor kunci atau penggerak lokal. Para penggerak lokal inilah yang akan didampingi secara intensif untuk ditingkatkan kapasitasnya. Adapun penggerak lokal yang dimaksud yaitu penggerak lokal yang netral dari berbagai kepentingan (Emerson dkk., 2012). Penggerak lokal merupakan sentral pembangunan yang akan mempengaruhi pihak-pihak lain dan anggotanya, sehingga harus merepresentasikan kepentingan bersama. Jika tidak ada penggerak lokal, maka pembangunan dipastikan tidak akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Selain itu, jika ada penggerak lokal namun tidak mewakili kepentingan bersama, maka pengembangan Kawasan Geopark Dieng dapat berpotensi konflik dan pembangunan akan mengalami stagnansi. Model pendampingan atau pemberdayaan masyarakat untuk menemukan penggerak lokal ditunjukkan dalam skema sebagai berikut.

Gambar 3.9 Skema Pemberdayaan Masyarakat Sumber: Tim Penyusun (2023)

Langkah pertama yang dapat dilakukan oleh pemerintah atau tim pendamping masyarakat yaitu melakukan pemetaan stakeholder pada kelompok masyarakat yang ada di Kawasan Geoprak Dieng. Pemetaan stakeholder akan memudahkan pemerintah dan tim pendamping untuk menggerakkan kelompok masyarakat Kawasan Geopark Dieng yang cukup beragam. Pemerintah dan tim pendamping dapat mengategorisasikan masyarakat menjadi kelompok/aktivis bidang tertentu untuk memudahkan pengoordinasian. Langkah kedua, pemerintah atau tim pendamping dapat melibatkan kelompok masyarakat dalam berkolaborasi dan berjejaring dengan stakeholder eksternal kawasan. Umumnya, kolaborasi dilakukan sebagai media untuk sharing sumber daya sekaligus mengimplementasikan program aksi di lapangan. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, pelaksanaan program bukan sekadar asal program berjalan tanpa adanya pemahaman dan keterlibatan yang baik dari masyarakat sekitar. Peran pemerintah dan tim pendamping sangat penting karena harus memastikan masyarakat hadir dan memperoleh dampak positif dari adanya program.

Program-program awal yang dapat dijalankan dalam pengembangan Kawasan Geopark Dieng berkaitan dengan program peningkatan kapasitas SDM. Adapun upaya peningkatan kapasitas SDM dapat dilakukan melalui program kolaborasi, antara lain penyelenggaraan pelatihan tata kelola kelembagaan, sosialisasi dan edukasi geopark, pemahaman pariwisata berbasis konservasi, pelatihan pemasaran potensi unggulan, dan lainnya. Untuk memastikan program-program peningkatan kapasitas tersebut dipahami oleh masyarakat, tim pendamping perlu menginternalisasi pengetahuan dan informasi baru pada masyarakat kawasan melalui kegiatan pertemuan, diskusi, forum, dan rapat secara berulang-ulang. Dalam hal ini, tim pendamping perlu menanamkan pola pikir yang positif pada masyarakat serta mengarahkan pengimplementasian pengetahuan dan keterampilan yang telah didapat masyarakat. Bentuk aksi pendampingan yang dapat dilakukan tim pendamping kepada masyarakat antara lain; menganalisis kondisi kawasan (SDM, pembiayaan, program, dll) secara kontinyu; menyusun rencana aksi yang dapat diimplementasikan bersama masyarakat; mengarahkan dan membimbing masyarakat untuk mempersiapkan sebuah kegiatan yang akan dijalankan; mendampingi pelaksanaan program/kegiatan yang sedang berjalan; monitoring dan evaluasi perkembangan kawasan; serta riset pengembangan kawasan.

Skema pendampingan masyarakat tersebut pada prinsipnya memiliki dua tujuan utama (Humaedi dkk., 2021). Pertama, menjalankan program pengembangan Kawasan Geopark Dieng, baik program kolaborasi atau mandiri diselenggarakan oleh masyarakat. Kedua, menjadikan pelaksanaan program sebagai media/sarana proses pembangunan kapasitas SDM kawasan. Tujuan yang kedua inilah yang akan melahirkan penggerak lokal sesungguhnya di masyarakat. Penggerak lokal yang terbentuk tentu telah memiliki pemahaman yang baik terkait visi misi pengembangan geopark, sehingga keberadaannya mampu mengedukasi dan menggerakkan anggota serta masyarakat sekitarnya.

Adanya pemahaman yang baik dari masyarakat lokal terhadap posisi geopark akan memudahkan pelaksanaan konservasi karena adanya rasa memiliki, rasa dilibatkan dan keharusan menjaga. Masyarakat juga akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam aktivitas pariwisata dengan tetap menjaga kelestariannya. Dengan demikian, masyarakat dapat menemukan pola kehidupan yang sesuai serta strategi pencapaian kesejahteraannya.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *