kelompok tani yang pernah bermitra dalam pemulihan Sub DAS Tulis (9_ Kelompok tani Margo Mulyo Desa kepakisan

Margomulyo, Desa Kepakisan: Pantang Menyerah dengan Purwaceng

Popularitas Purwaceng sebagai minuman tradisional yang berkhasiat meningkatkan stamina benar-benar memukau kelompok tani Margomulyo di Desa Kepakisan. Setidaknya, itulah kesan yang diperoleh dari perbincangan dengan Bambang (sekretaris) dan Hidayatullah (ketua). Kelompok tani di sini mendapat bantuan dari SCBFWM untuk usaha pertanian dan produksi Purwaceng.

Namun, mereka masih menghadapi tantangan cukup berarti. Awalnya, hasil purwaceng yang ditanam tidak maksimal, karena kondisi tanah tidak sesuai harapan. Mereka mengakui bahwa pengolahan purwaceng yang belum optimal disebabkan oleh kondisi tanah yang berbeda dari seharusnya. Meskipun begitu, mereka tetap tertarik menanam purwaceng yang menawarkan hasil menggiurkan, karena satu kilogram purwaceng kering laku hingga Rp1,3 juta. Namun, tantangan besar adalah proses pengeringan alami yang dapat memakan waktu hingga 6 bulan, dan saat ini belum banyak petani yang berani menanam purwaceng karena kerja ekstra yang dibutuhkan.

Desa ini baru menanam purwaceng semenjak adanya SCBFWM, sebelumnya mereka lebih fokus pada penanaman carica dan kayu untuk konservasi lahan. Produksi carica berjalan cukup lancar, dan pemasaran carica juga sudah dilakukan dengan mengandalkan hubungan kekerabatan.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, pada tahun 2014 mereka mengajukan lagi untuk menanam purwaceng, kali ini dengan teknik penanaman di polybag, yang diharapkan dapat mempermudah pemeliharaan. Dan tampaknya memang berhasil. Optimisme mereka terhadap pemasaran Purwaceng tumbuh seiring dengan perkembangan infrastruktur yang membuka akses jalan di sekitar desa. “Saingan di Dieng juga sudah banyak, jadi kita mau buka outlet di daerah sini saja,” ujar Bambang.

Dengan semangat dan pengalaman masa lalu, warga desa Kepakisan berharap banyak dari purwaceng, apalagi mereka pernah merasakan kejayaan dari bisnis kentang yang sangat menguntungkan. Hingga saat ini, mereka masih bergantung pada penanaman kentang, kubis, dan wortel sebagai sumber pendapatan.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *