|

Menatap Pertanian Dieng di Masa Mendatang

Dataran Tinggi Dieng dikenal sebagai salah satu penghasil sayuran terbaik di Indonesia, khususnya kentang, yang memiliki pangsa pasar khusus dan harga lebih tinggi dibandingkan kentang biasa. Namun, perkembangan positif ini tidak lepas dari tantangan besar yang dihadapi sektor pertanian, terutama konversi lahan dan pola tanam yang semakin mengancam kelestarian alam.

Dahulu, Dieng adalah hutan gung liwang liwung, namun kini lahan sayuran mendominasi panorama. Sayangnya, pola budidaya yang diterapkan cenderung tidak ramah lingkungan, mengabaikan kaidah-kaidah konservasi demi mengejar produksi tinggi. Akibatnya, laju erosi di pegunungan Dieng semakin cepat, dan lapisan tanah atas (top soil) yang subur semakin tergerus, mengancam kelangsungan hidup petani.

Menurut Novan Hakim dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BP DASHL) Serayu Opak Progo, top soil di Dieng tergerus akibat pola tanam yang tidak sesuai dengan prinsip konservasi. Saat ini, rata-rata ketebalan top soil hanya tinggal 40 sentimeter, dan jika tidak ada perubahan, diperkirakan akan habis dalam 20 tahun ke depan. Habisnya top soil ini tidak hanya berdampak pada kesuburan tanah, tetapi juga mengancam mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada pertanian.

Salah satu masalah utama adalah konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian, diikuti oleh praktik penanaman yang tidak memperhatikan konservasi, seperti menanam dengan memotong kontur tanah. Meskipun dalam jangka pendek produksi pertanian meningkat, dampak jangka panjangnya adalah percepatan erosi tanah.

Petani di Dieng juga banyak memanfaatkan lahan miring dengan kemiringan lebih dari 45 derajat, yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi dan meningkatkan risiko degradasi tanah. Penelitian menunjukkan bahwa pola tanam, lebih dari jenis tanaman, berpengaruh besar terhadap laju erosi tanah. Pola budi daya yang tidak ramah lingkungan adalah faktor utama dalam masalah ini.

Erosi tanah tidak hanya mengancam pertanian, tetapi juga menyebabkan pendangkalan sungai, yang berpotensi menyebabkan banjir di wilayah hilir. Sedimentasi menjadi masalah serius bagi waduk dan bendungan, mengurangi kapasitasnya.

Untuk mengatasi masalah ini, BP DASHL Serayu Opak Progo bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk mengedukasi petani tentang pola tanam yang sesuai dengan prinsip konservasi. Petani diimbau untuk menanam tanaman yang tetap memberikan hasil tetapi juga bernilai konservasi, seperti tanaman buah-buahan berkayu keras.

Pemerintah Kabupaten Banjarnegara juga menggandeng Islamic Development Bank (IDB) untuk mengembangkan pertanian terpadu yang berwawasan lingkungan di Dieng. Upaya ini bertujuan mengantisipasi degradasi kualitas tanah akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia secara masif dalam pertanian intensif sayuran.

Dengan perhatian dan kolaborasi yang tepat antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta, diharapkan pertanian di Dieng dapat berkelanjutan dan ramah lingkungan, menjaga keindahan alam sekaligus memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *