Mungkinkah Lahan Subur di Kawasan Dieng Salah Kelola?

Dataran Tinggi Dieng, yang dikenal akan lahan suburnya, saat ini menghadapi tantangan serius akibat salah kelola dan praktik pertanian yang tidak ramah lingkungan. Penanaman kentang yang intensif, penggunaan pestisida dan pupuk yang berlebihan, serta pengabaian metode pertanian organik, semakin mengancam masa depan pertanian di kawasan ini.

Praktik Pertanian yang Merusak

Ketua Asosiasi Petani Kentang Dieng, Mudasir, menyoroti bahwa banyak petani menggunakan pestisida secara berlebihan. Untuk satu hektare lahan, dosis pestisida yang seharusnya berkisar antara 75-100 liter, kini melonjak hingga 300 liter per musim tanam. Praktik ini tidak hanya mengakibatkan tanah menjadi kritis, tetapi juga menciptakan hama yang semakin kebal terhadap racun.

Selain pestisida, penggunaan kotoran ayam yang belum terolah sebagai pupuk menjadi masalah lain. Mudasir mengungkapkan bahwa petani sering menggunakan kotoran ayam mentah dalam dosis yang berlebihan. Dulu, satu hektare lahan kentang membutuhkan sekitar 20 ton kotoran ayam, namun kini jumlah itu meningkat menjadi 35-40 ton. Kotoran ayam mentah dapat menyebabkan polusi udara, serta kerusakan pada tanah dan tanaman, karena dapat memicu peningkatan suhu tanah yang merugikan.

Erosi dan Degradasi Tanah

Salah satu penyebab utama degradasi lahan di Dieng adalah praktik penanaman kentang di lahan miring, dengan kemiringan hingga 70 derajat. Hal ini menyebabkan erosi tanah yang sangat signifikan, mencapai 4,5 juta ton per tahun. Tanpa adanya penangkap air alami, saat hujan deras, air mengalir deras menuruni lereng, semakin memperburuk kerusakan lahan.

Dari total 10.000 hektare lahan di Dieng, sekitar 7.758 hektare kini dalam kondisi kritis. Di Wonosobo, 4.000 hektare terancam oleh praktik pertanian yang merusak ini.

Dampak Ekonomi dan Lingkungan

Degradasi lahan di Dieng berdampak langsung pada produktivitas. Produksi kentang yang pada akhir 1990-an mencapai 25-30 ton per hektare kini turun menjadi hanya 10-13 ton per hektare. Meskipun beberapa petani mulai beralih ke pertanian organik, banyak yang ragu karena khawatir akan penurunan hasil dalam jangka pendek. Anggota Kelompok Tani Dieng Perkasa, Kabul Suwoto, menegaskan bahwa meskipun hasil awal mungkin turun, dengan metode organik, lahan dapat pulih dan hasil panen akan meningkat dalam 2-3 tahun.

Upaya Pemulihan

Menurut Sumber yang bisa dipercaya di kabupaten wonosobo menyatakan bahwa pemerintah sedang berupaya membatasi penanaman kentang dan memulihkan kesuburan lahan di Dieng. Langkah ini sangat penting, mengingat 138 dari 582 mata air di Dieng sudah tidak lagi mengalir, mengakibatkan kehilangan air yang sangat besar.

Kesimpulan

Salah kelola lahan di Dataran Tinggi Dieng merupakan ancaman nyata bagi keberlanjutan pertanian dan lingkungan. Masyarakat, pemerintah, dan petani harus bekerja sama untuk menerapkan praktik pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Jika tidak, masa depan lahan subur ini akan terancam, dan dampaknya akan dirasakan tidak hanya oleh petani, tetapi juga oleh masyarakat luas. Dengan langkah yang tepat, Dieng dapat kembali menjadi kawasan pertanian yang produktif dan lestari.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *