Paradoks antara Kentang dan Kemiskinan di Dataran Tinggi Dieng
Pendahuluan
Dataran Tinggi Dieng, yang terletak di perbatasan Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, dikenal sebagai salah satu penghasil kentang terbaik di Jawa Tengah. Dengan luas wilayah 282 hektar di Wonosobo dan 338 hektar di Banjarnegara, daerah ini memiliki potensi pertanian yang luar biasa. Namun, di balik kesuksesannya sebagai produsen kentang, terdapat ironi yang mencolok: wilayah ini juga tercatat sebagai salah satu daerah termiskin di Jawa Tengah. Artikel ini akan mengeksplorasi paradox ini dengan menyoroti faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kemiskinan meskipun Dataran Tinggi Dieng kaya akan sumber daya alam.
Kontribusi Pertanian dan Ekonomi
Dataran Tinggi Dieng bukan hanya penghasil kentang, tetapi juga tembakau, carica, wortel, dan berbagai komoditas hortikultura lainnya. Meskipun sektor pertanian berkontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah, dengan PDRB Wonosobo dan Banjarnegara yang masing-masing menyumbang sekitar 30,8% dan 30,2% dari total ekonomi, hasil pertanian ini tidak selalu diterjemahkan menjadi kesejahteraan penduduk setempat.
Sektor industri pengolahan dan perdagangan yang tumbuh seiring dengan pariwisata juga menunjukkan potensi. Dengan kedatangan 1,6 juta wisatawan pada tahun 2018, Dieng menjadi salah satu tujuan wisata populer. Sayangnya, meskipun industri pariwisata menjanjikan, manfaat ekonomi sering kali tidak merata dan tidak menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Tingkat Kemiskinan yang Mengkhawatirkan
Meskipun Dieng terkenal dengan produk pertaniannya, kedua kabupaten ini termasuk dalam zona merah kemiskinan di Jawa Tengah. Data Badan Pusat Statistik tahun 2018 menunjukkan bahwa Wonosobo memiliki persentase penduduk miskin tertinggi di provinsi ini, dengan 20,32% penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara itu, Banjarnegara mengikuti dengan 17,21%. Ironisnya, garis kemiskinan di kedua kabupaten ini berada di bawah rata-rata Jawa Tengah.
Dalam upaya mengidentifikasi penerima manfaat program pengentasan kemiskinan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mencatat bahwa terdapat sekitar 34 ribu keluarga miskin dan sangat miskin di delapan kecamatan di Dieng. Ini menggambarkan ketidakselarasan antara potensi ekonomi yang tinggi dan kenyataan sosial yang menyedihkan.
Masalah Sanitasi dan Kesehatan
Kemiskinan di Dataran Tinggi Dieng juga berkaitan erat dengan rendahnya kualitas sanitasi. Profil Kesehatan tahun 2015 menunjukkan bahwa hanya 66% rumah di Wonosobo dan 40% di Banjarnegara yang memenuhi kategori rumah sehat. Masalah ini diperparah oleh fakta bahwa sekitar 18% penduduk miskin di Dieng tidak memiliki akses ke jamban yang layak, sehingga meningkatkan risiko penyakit menular seperti diare. Kecamatan Batur di Banjarnegara memiliki tingkat kejadian diare tertinggi, mencapai 2,9% dari jumlah penduduk.
Pernikahan Usia Muda dan Dampaknya
Fenomena pernikahan usia muda di wilayah ini semakin memperburuk keadaan. Wonosobo dilaporkan sebagai daerah dengan tingkat perkawinan remaja perempuan tertinggi di Jawa Tengah, mencapai 63%. Dengan menikahkan anak-anak mereka di usia dini, orang tua berharap dapat memberikan masa depan yang lebih baik, tetapi sering kali hasilnya justru sebaliknya. Banyak anak yang terpaksa meninggalkan pendidikan formal, dan terbatasnya pendidikan yang mereka terima hanya memperburuk situasi kemiskinan.
Sektor Pekerjaan yang Tidak Memadai
Sebagian besar penduduk yang bekerja di sektor informal, terutama di pertanian, menghadapi penghasilan yang rendah dan tidak stabil. Data menunjukkan bahwa sekitar 25% penduduk miskin di Banjarnegara dan Wonosobo tidak bekerja, sementara 34% terlibat dalam sektor pertanian. Keberadaan usaha mikro yang mendominasi sektor pekerjaan menunjukkan ketergantungan masyarakat pada ekonomi yang rentan dan kurang menguntungkan.
Kesimpulan
Paradoks antara kesuksesan produksi kentang dan tingginya tingkat kemiskinan di Dataran Tinggi Dieng adalah cerminan dari tantangan yang lebih besar di Indonesia. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya bergantung pada potensi ekonomi, tetapi juga pada akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan sanitasi yang memadai. Upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara holistik, melibatkan pemerintah, masyarakat, dan berbagai organisasi non-pemerintah untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan. Dengan demikian, diharapkan Dataran Tinggi Dieng tidak hanya dikenal sebagai penghasil kentang berkualitas, tetapi juga sebagai wilayah yang makmur dan sejahtera bagi semua penduduknya.
4o mini