Transisi dari Tembakau Ke Kentang pada tahun 80 an
Sejarah Pertanian Kentang di Dataran Tinggi Dieng
Pertanian di dataran tinggi Dieng memiliki sejarah panjang dan dinamis, yang merefleksikan perubahan pola tanam dan jenis komoditas andalan masyarakat. Sejak awal abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20, petani di Dieng hidup dari tanaman tembakau, khususnya tembakau garangan yang dikeringkan dengan teknik pengasapan. Tanaman tembakau sendiri diperkenalkan ke Pulau Jawa oleh bangsa Portugis. Selama masa kejayaannya, tembakau Dieng menjadi komoditas unggulan yang sangat diminati di pasar.
Namun, dengan popularitas rokok kretek, permintaan akan tembakau garangan menurun drastis, sehingga menandai berakhirnya era tembakau di Dieng. Pada awal 1980-an, transisi signifikan terjadi ketika petani asal Jawa Barat mulai bermigrasi ke Dieng setelah letusan Gunung Galunggung. Mereka membawa pengalaman dan teknik budidaya tanaman kentang, yang kemudian dengan cepat diadopsi oleh petani lokal.
Keuntungan Budidaya Kentang dan Keunggulan Kentang Dieng
Kentang memiliki siklus tanam yang relatif singkat dan memberikan hasil panen yang menguntungkan bagi petani, dibandingkan dengan tembakau. Faktor ini memikat perhatian petani di Dieng dan menjadikan kentang sebagai komoditas utama yang bertahan hingga saat ini. Keunggulan kentang Dieng terletak pada rasa, tekstur yang lembut, serta ketahanannya yang lebih lama sehingga cocok untuk proses distribusi ke berbagai pasar. Produk ini diminati baik di pasar lokal maupun internasional.
Di Jawa Tengah, Banjarnegara kini menjadi produsen kentang terbesar, menghasilkan lebih dari 840.594 kuintal pada tahun 2023. Dengan harga rata-rata Rp10.000 per kilogram, nilai ekonomi dari hasil panen ini mencapai Rp840,59 miliar. Catatan dari BPS juga menunjukkan bahwa sebagian besar lahan di Banjarnegara merupakan lahan pertanian bukan sawah, mendukung budidaya tanaman kentang secara intensif.
Tantangan dalam Budidaya Kentang: Persaingan Air dan Pengaruh Pariwisata
Namun, seiring berjalannya waktu, budidaya kentang di Dieng menghadapi sejumlah tantangan. Di Kecamatan Batur, area penghasil kentang terbesar di Banjarnegara, penurunan luas lahan dan produksi kentang terdeteksi sepanjang 2023. Salah satu masalah utama adalah persaingan untuk mendapatkan air. Dengan semakin banyaknya penginapan di sekitar Dieng yang menarik air untuk keperluan komersial, akses petani terhadap sumber air semakin terbatas.
Harga dan Produktivitas Kentang: Fluktuasi Pasar dan Faktor Cuaca
Penurunan produksi ini menyebabkan kenaikan harga kentang di pasaran. Harga kentang ukuran besar mencapai Rp18.000 per kilogram, sedangkan ukuran sedang berada di kisaran Rp15.000 per kilogram. Kendati harga tinggi, banyak petani justru mengalami penurunan produktivitas. seorang Petani di Dieng, mengungkapkan bahwa dua kali panen pada tahun 2024 mengalami kegagalan akibat angin kencang dan pasokan air yang kurang stabil.
Mudofi, petani dari Patakbanteng, menambahkan bahwa meskipun musim kemarau biasanya lebih baik untuk panen karena rendahnya serangan hama, namun kendala angin kencang dan kekurangan air tetap berpengaruh besar. Penyemprotan pestisida pun harus dilakukan lebih sering selama musim hujan, untuk mengatasi risiko jamur dan serangan hama yang lebih tinggi.
Adaptasi Petani dalam Menghadapi Tantangan
Di tengah tantangan ini, petani kentang Dieng menunjukkan adaptasi dan inovasi, seperti menggali sumur untuk irigasi mandiri. Upaya ini dilakukan demi keberlanjutan ekonomi rumah tangga yang sebagian besar bergantung pada hasil pertanian. Sebagai daerah penghasil kentang terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Tengah juga memiliki pasar ekspor potensial. Singapura menjadi negara tujuan utama ekspor kentang dari Dieng, dengan nilai mencapai $150 juta pada 2021, diikuti oleh pasar China, Filipina, dan Australia.
Penutup
Budidaya kentang di Dieng menggambarkan dinamika yang khas, dari transisi dari tembakau ke kentang hingga adaptasi terhadap tantangan modern seperti persaingan air dan pengaruh industri pariwisata. Kentang Dieng telah menjadi ikon pertanian setempat, yang tidak hanya menopang ekonomi lokal tetapi juga berkontribusi pada pasar internasional. Meski dihadapkan pada tantangan, petani Dieng terus berinovasi demi menjaga keberlanjutan komoditas unggulan mereka.