tektonika dan struktur geologi Geopark Dieng
Sumber : Rencana Induk Geopark Dieng
Tektonika dan Struktur Geologi
Berdasarkan Dokumen Pembuatan Kajian Potensi Geowisata Kawasan Dataran Tinggi Dieng Tahun 2018, dari segi tektonika dan struktur geologi, Pulau Jawa secara tektonik dipengaruhi oleh dua lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia di bagian Utara dan Lempeng Indo-Australia di bagian Selatan. Pergerakan dinamis dari lempeng-lempeng ini menghasilkan perubahan tatanan tektonik Pulau Jawa dari waktu ke waktu. Secara berurutan, rejim tektonik Pulau Jawa mengalami perubahan yang dimulai dengan kompresi, kemudian mengalami regangan dan kembali mengalami kompresi. Tektonik kompresi terjadi pada Kapur Akhir-Eosen (80-52 juta tahun yang lalu) yang diakibatkan oleh penunjaman berarah Timur Laut-Barat Daya dari Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia. Tektonik regangan terjadi pada Kala Eosen-Oligosen Akhir akibat dari berkurangnya kecepatan gerak Lempeng Indo-Australia. Tektonik Kompresi kembali terjadi pada kala Oligosen- Miosen Awal, akibat terbentuknya jalur penunjaman baru di Selatan Jawa. Pada Eosen Akhir-Miosen Awal pusat kegiatan magma berada di Pegunungan Serayu Selatan, Bayat, dan Parangtritis. Kegiatan magma yang lebih muda yang berumur Miosen Akhir-Pliosen bergeser ke Utara dengan dijumpai singkapan batuan volkanik di daerah Karangkobar, Banjarnegara. Sementara itu, kondisi struktur geologi di Kompleks Panas Bumi Gunung Dieng terdiri dari kelurusan-kelurusan yang berupa tebing maupun sungai.
Struktur geologi di daerah Dataran Tinggi Dieng dipengaruhi oleh pergerakan tektonik kuarter yang masih aktif. Perlipatan besar tidak dijumpai, tetapi terdapat dua tipe patahan yang dengan jelas dapat diamati, yaitu pada pembentukan Blok Rataamba disertai rekahan dan Graben Sigedang dari Gunung Tletep-Butak dan Graben Watutumbu dari Gunung Prau (Priatna, 2019). Kondisi struktur geologi di Kompleks Panas Bumi Gunung Dieng terdiri dari kelurusan-kelurusan yang berupa tebing maupun sungai. Bagian Barat kelurusan memiliki arah yang umumnya Barat Laut–Tenggara dan bagian Tenggara memiliki pola umum kelurusan pola Utara–Selatan. Di daerah Candradimuka
terdapat adanya perpotongan antara kelurusan yang berarah Barat laut–Tenggara dan Utara– Selatan. Di bagian puncak dari Kerucut Vulkanik Bisma menunjukkan adanya pola melingkar tapal kuda dengan membuka ke arah Timur–Tenggara, hal ini merupakan graben yang terjadi di daerah puncak tersebut. Dieng Barat dan Dieng Timur memiliki pola struktur yang sama, hanya saja pada wilayah Dieng Barat telah terjadi depresi Batur. Batas depresi ini di sebelah Barat adalah Karanganyar yang diteruskan ke arah Utara melalui Purwajiwa ke Kradenan dan batas di sebelah Timur adalah dari Gembol menuju Utara melalui Kepakisan, Candradimuka,
Sesar dan kelurusan gunung api di Dataran Tinggi Dieng umumnya berarah Barat Laut – Tenggara dan Barat – Timur. Adapun zona sesar berarah hampir ke arah Barat – Timur terdapat di sebelah Selatan yang membatasi depresi Batur. Sesar-sesar bersusun merupakan sesar tangga memotong lava Rogojembengan. Indikasinya didasarkan atas adanya gawir yang terlihat dari Dieng berarah Barat Laut – Tenggara dan juga dicerminkan oleh punggungan pada Puncak Gunung Prau yang linier. Selanjutnya, sesar yang berarah Barat Laut – Tenggara terdapat di Utara Gunung JImat. Indikasinya dicirikan oleh adanya milonit di sebelah Utara Dringo, jalan setapak ke Sidongkal dan sering terjadi longsoran pada lereng Timur Gunung Jimat yang pernah menutupi Desa Lagetang. Sesar-sesar lain yang sejajar dijumpai di sebelah Utaranya memotong kerucut Kemulan dan Rogojembengan. Jauh di sebelah Utara, sesar-sesar yang berarah Barat Laut – Tenggara telah tersingkapkan breksi vulkanik memotong sungai Arus, Lampir, dan Bela (Priatna, 2019).
Hidrogeologi
Terkait kondisi hidrogeologi pada Kawasan Dataran Tinggi Dieng terbagi menjadi tiga pembahasan yaitu berdasarkan potensi air tanah, tipe akuifer, dan kualitas air tanah. Menurut Dinas ESDM Jawa Tengah, pada tahun 2016 Cekungan Air Tanah Wonosobo terdiri dari 3 wilayah potensi air tanah yaitu:
- potensi air tanah sedang pada akuifer bebas dan akuifer tertekan,
- potensi air tanah rendah pada akuifer bebas dan sedang pada akuifer tertekan, dan
- potensi air tanah rendah pada akuifer bebas dan akuifer tertekan.
- potensi air tanah rendah pada akuifer bebas dan sedang pada akuifer tertekan, dan
Selain CAT Wonosobo, wilayah Dataran Tinggi Dieng bagian Barat termasuk kedalam wilayah CAT Karangkobar. Cekungan Airtanah Karangkobar mempunyai litologi berupa batuan gunung api Jembangan (lava breksi dan lahar). Cekungan Airtanah (CAT) Karangkobar mempunyai potensi air tanah pada akuifer bebas (Q1) sejumlah 152 juta m3/tahun dan potensi air tanah pada aquifer tertekan (Q2) sejumlah 4 juta m3/tahun (Dokumen Pembuatan Kajian Potensi Geowisata Kawasan Dataran Tinggi Dieng Tahun, 2018).
Potensi Air Tanah CAT Wonosobo
Sumber: Dokumen Laporan Akhir Pembuatan Kajian Potensi Geowisata Kawasan Dataran Tinggi Dieng (2018)
Dari segi tipe akuifer, Lapangan Geotermal Dieng didominasi dengan akuifer produktif lokal. Akuifer tersebut memiliki muka air tanah yang dalam dan mata air dengan debit rendah. Sistem air tanah didominasi oleh CAT Wonosobo dan Karangkobar dengan ketinggian 900-1.200 (mdpl) dengan tipe imbuhan air tanah tudak tertekan (bebas) dengan debit 210 juta m3/tahun dan air tanah dengan aliran tertekan mencapai 8 juta m3/tahun. CAT Karangkobar memiliki ketinggian 1.000 (mdpl) dengan debit imbuhan pada akuifer bebas 153 juta m3/tahun dan pada akuifer tertekan mencapai 4 juta m3/tahun (Shoedarto dalam Dokumen Pembuatan Kajian Potensi Geowisata Kawasan Dataran Tinggi Dieng, 2018).
Gambar 1.13 Kondisi Hidrologi Dataran Tinggi Dieng
Sumber: Shoedarto dalam Dokumen Pembuatan Kajian Potensi Geowisata Kawasan Dataran Tinggi Dieng (2018)
Sementara itu, terkait kualitas air tanah pada CAT Wonosobo memenuhi syarat fisika dan kimia untuk keperluan air bersih. Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putranto dkk. (2016) kepada 50 sampel air tanah di CAT Wonosobo. Didapatkan hasil pengukuran DHL beriksar antara 34,9–369 μS/cm. Selain itu pada sampel mata air hangat di 4 titik memiliki DHL sebesar 2.180–3.380 μS/cm (Dokumen Pembuatan Kajian Potensi Geowisata Kawasan Dataran Tinggi Dieng, 2018).
Petrografi
Analisis sayatan tipis menunjukkan bahwa komposisi lava pada Kompleks Gunung Berapi Dieng berkisar dari Basaltik hingga Dasit. Tekstur batuan terutama porfiritik dengan fenokris hingga 3 mm yang terutama terdiri dari plagioklas, olivin, klinopiroksen dan ortopiroksen, dan hornblende langka. Fenokris biotit hanya terjadi pada batuan dasitik dari Kendil, Seroja dan Pakuwaja yang termasuk dalam tahap terakhir atau pasca kaldera II. Sejauh ini tidak ada fenokris kuarsa yang ditemukan di batuan dari DVC. Plagioklas di sebagian besar sampel umumnya merupakan labradorit dalam komposisi, menunjukkan zonasi komposisi dan tekstur saringan (sieve). Clinopyroxene di bebatuan juga menunjukkan zonasi komposisi. Beberapa butir olivin mengandung iddingsite dan memiliki tepi reaksi di tepi butir. Terjadinya iddingsite menunjukkan bahwa batuan tersebut terbentuk di atau dekat permukaan (Harijoko dkk. dalam Haty dkk., 2021).
Petrogeokimia
Berdasarkan data kimiawi dapat diketahui bahwa magma yang ada di Kompleks Gunung Berapi Dieng merupakan khas magmatisme busur pulau (island arc). Magma tersebut memiliki spektrum
komposisi yang luas dari basal hingga dasit (Haty dkk., 2021). Lava dalam kisaran Kompleks Gunung Berapi Dieng memiliki batuan sebagai berikut.
- Batuan Episode Pra-Kaldera, berkisar dari basal hingga andesit basaltik dan jarang hingga andesit.
- Batuan Episode Kedua berkisar dari andesit basalt hingga andesit.
- Batuan Episode Termuda berkisar dari andesit hingga dasit.
- Batuan Episode Kedua berkisar dari andesit basalt hingga andesit.