Kerawanan Bencana di Kawasan Geopark Dieng
Sumber : Rencana Induk geopark Dieng
Aspek Kerawanan Bencana
Kawasan Dataran Tinggi Dieng merupakan suatu komplek gunung api aktif tipe-A yang menyebabkan kawasan ini memiliki kawasan rawan bencana Gunung Api I sampai dengan III yang tersebar di sekitar Gunung Sundoro dan Gunung Dieng yaitu Kecamatan Batur, Kejajar, Garung, Mojotengah, dan Pejawaran. KRB Gunung Api adalah kawasan yang pernah terlanda atau diidentifikasi berpotensi terancam bahaya erupsi api secara langsung atau tidak langsung. Kawasan Gunung Dieng memiliki tiga klasifikasi KRB yaitu KRB I seluas 96 Ha, KRB II seluas 1.837 Ha, dan KRB III seluas 658 Ha. Kawasan Gunung Sundoro juga memiliki tiga klasifikasi KRB yaitu KRB 1 seluas 512 Ha, KRB II seluas 2.063 Ha, dan KRB III seluas 533 Ha. Kawasan Gunung Dieng dan Kawasan Gunung Sundoro didominasi oleh kawasan rawan bencana II yaitu kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, hujan abu lebat, gas beracun dan/atau hujan lumpur panas.
Peta KRB Erupsi Gunung Api Sumber: Tim Penyusun (2023)
Berada di kawasan gunung api aktif juga menjadikan Kawasan Dataran Tinggi Dieng memiliki potensi rawan bencana gempa bumi dan bahaya ikutan yang disebabkan oleh gempabumi yaitu likuefaksi. Likuefaksi merupakan fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat beban guncangan yang sangat kuat seperti gempa bumi. Seluruh Kawasan Dataran Tinggi Dieng memiliki status sebagai Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi dengan tingkat kerawanan rendah hingga tinggi. KRB Gempa Bumi Menengah berada di Kecamatan Wanayasa, Kecamatan Batu, Sebagian Kecamatan Kejajar seluas 7.323,67 Ha. KRB Gempa Bumi Tinggi berada di Kecamatan Batur, Kejajar, Pejawaran, Pagetan, Garung, Mojotengah, Wonosobo, Watumalang dan sebagian Kawasan Wanayasa dengan luas 24.612,06 Ha. Sementara itu, untuk Kawasan Rawan Bencana Likuefaksi berada di Kecamatan Wanayasa dengan tingkat kerawanan rendah seluas 308 Ha.
Peta KRB Erupsi Gempa Bumi Sumber: Tim Penyusun (2023)
Kerawanan Bencana | Gunung Api | Gempa Bumi | |||
Tingkat KRB | I | II | III | Menengah | Tinggi |
Luas Wilayah (Ha) | 608,12 | 3.901,10 | 1.191,73 | 7.323,67 | 24.612,06 |
Sumber: Tim Penyusun (2023)
Kerawanan Bencana yang dirangkum pada pembahasan di atas merupakan hasil analisis yang diolah menggunakan data kerawanan bencana skala provinsi namun dirasa masih representatif untuk digunakan dalam skala kabupaten. Namun, pada skala kabupaten ditemukan pula jenis kerawanan bencana berupa tanah longsor dengan sebaran di hampir seluruh Kawasan Dataran Tinggi Dieng dengan luas sebesar 20.408 Ha. Sementara itu, analisis kerawanan bencana tidak hanya berdasarkan potensi bencara namun juga berdasarkan riwayat bencana pernah terjadi di Kawasan Dataran Tinggi Dieng yang dibuktikan dengan adanya geosite di Kawasan Tersebut.
Geosite yang ada di Kawasan Dieng mayoritas hasil dari letusan gunung berapi bertahun-tahun lalu. Menariknya setelah kejadian letusan yang sudah lampau, beberapa geosite kawah masih aktif seperti Kawah Timbang, Sinila, dan Sileri. Masing-masing geosite memiliki riwayat bencana seperti letusan freatik di kawah-kawah yang masih aktif, kebakaran hutan yang membakar lahan pertanian, gempa bumi, longsor, dan erupsi gas beracun. Salah satu riwayat bencana yang paling melegenda yaitu letusan Kawah Sinila dan Kawah Timbang yang terjadi pada tahun 1979 secara berbarengan dan menyebabkan 149 penduduk tewas. Riwayat bencana dan potensi bencana di Kawasan Dieng secara lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1.6 Riwayat Bencana dan Potensi Bencana di Kawasan Dieng
Daftar Geosite | Riwayat Kejadian Bencana | Dampak Kejadian Bencana | Potensi Bencana |
Kawasan Sikidang | 1883–Letusan Gunung Kawah Sikidang 1884–Letusan Gunung Kawah Sikidang 1992–Emisi gas beracun (1 orang tewas) | Semburan lumpur dari kawah | Gas beracun |
Kawasan Gunung Pangonan | 2011–Karhutla (20 Hektar) 2015–Karhutla (10 Hektar) | Lahan terbakar | Kebakaran hutan di musim kemarau dan berkurangnya area resapan air |
Telaga Merdada | 1980–Air surut karena pengolahan jamur | Kekeringan pada musim kemarau, pendangkalan, dan penurunan kualitas air | |
Curug Sirawe | Tanah Longsor | ||
Graben Pagerkandang | Tanah Longsor | ||
Kawah Sileri | 1944–Gempa dan Letusan (117 meninggal, 250 luka) 1964–Gempa dan Letusan (114 meninggal, 1 kampung hilang) 1984–Letusan 1986–Semburan lumpur 2003–Letusan Freaktik, Lumpur 2006–Erupsi freatik 2009–Erupsi lumpur 2017–Letusan Freaktik, Lumpur, Batu (11 luka) 2018–Semburan lumpur | Semburan lumpur dan batu | Kawah yang masih aktif |
Kerucut Vulkanik Nagasari | Tanah longsor dan kerusakan hutan lindung oleh masyarakat | ||
Kawah Candradimuka | 1786–Letusan gas 1965–Hembusan fumarole | Gas Beracun | Letusan gas beracun |
Telaga Dringo | 1965-Letusan lumpur | Semburan lumpur | Semburan Lumpur, Kebakaran Hutan (Musim Kemarau) Tanah Longsor (Musim Hujan) |
Kawah Sinila | 1979–Erupsi Freatik disertai gempa (149 meninggal) | Gas beracun (CO2, CO, CH4) | Kawah vulkanik masih aktif |
Sumur Jalatunda | Erosi lahan karena pengunjung |
Daftar Geosite | Riwayat Kejadian Bencana | Dampak Kejadian Bencana | Potensi Bencana |
Kawah Timbang | 1928–Letusan Freaktik (40 meninggal) 1939–1939-–Letusan Freaktik (10 meninggal) 1979–Aliran Gas CO2 (149 meninggal) 2011–Peningkatan Aktivitas CO2 2013–Peningkatan Aktivitas CO2 | Letusan Freaktik dan Peningkatan aktivitas CO2 | Masih aktif hingga saat ini dengan intensitas sedang (berpotensi mengeluarkan gas beracun) |
Curug Merawu | Pencemaran lingkungan oleh limbah rumah tangga dan pertanian. Penebangan pohon di daerah bagian atas air terjun | ||
Telaga Menjer | Banjir, tanah longsor, puting beliung, gempa bumi, kebakaran hutan, pendangkalan telaga | ||
Kompleks Telaga Warna | Aktivitas vulkanisme masih dalam kondisi aktif Gas beracun | ||
Kerucut Vulkanik Sikunir | Penebangan pohon | Kesuburan tanah menurun, erosi tanah, longsor, kegundulan hutan | |
Telaga Cebong | Pendangkalan, penurunan kualitas air, erosi | ||
Pakuwaja | 1375-Eksplosif 1450-Letusan normal 1825-Letusan freatik dan eksplosif 2011–Longsor | Letusan normal yang terdiri dari abu, pasir | Longsor |
Lava Gunung Prambanan | Kerusakan lingkungan | ||
Kerucut Vulkanik Seroja | Kerusakan lingkungan | ||
Kerucut Vulkanik Bisma | Longsor dan erosi | ||
Kompleks Sidede- Sikarim | Erosi | ||
Tuk Bima Lukar | Kerusakan lingkungan |
Sumber: Tim Penyusun (2023)
Kawah yang tebentuk di komplek dieng merupakan hasil dari kegiatan post volcanic yang terus terjadi. Mayoritas penduduk bekerja sebagai petani dan berladang di sekitar daerah yang masuk dalam zona bahaya. Ketika masing-masing kawah telah ditetapkan berstatus siaga, wisatawan dan
masyarakat diharpkan mentaati batas jarak aman dari kawah. Petani juga diharapkan untuk tidak melakukan penggalian karena mampu mengeluarkan gas beracun dari tanah. Dengan upaya pengurangan risiko bencana, warga diharapkan mampu mengelola bencana dengan baik sehingga mampu hidup berdampingan dengan risiko dan potensi bencana.
Potensi bencana tidak hanya terjadi secara alami berasal dari alam, namun juga diperparah dengan aktivitas lahan pertanian dan wisata. Kawasan Dieng menanggung besarnya tekanan terhadap sumber daya alam yang ada berupa perubahan fungsi lahan kawasan lindung menjadi lahan budidaya pertanian. Pada tahun 2010, sekitar 7.758 ha lahan di Dieng berstatus tanah kritis dengan tingkat erosi mencapai 10,7 mm/tahun. Penanaman kentang secara masih selama bertahun-tahun telah merusak lingkungan seperti penurunan tingkat kesuburan tanah, erosi tanah, sedimentasi di hilir sungai, longsor, kekeringan, dan penurunan kualitas air. Kawasan yang terdampak antara lain Telaga Merdada, Telaga Cebong, dan Kerucut Vulkanik Sikunir yang semakin menggundul. Pelestarian langsung dan tidak langsung perlu dilakukan oleh masyarakat dan wisatawan secara sinergis seperi reboisasi, pengerukan telaga, membuang sampah pada tempatnya, dan peralihan ke tanaman selain kentang.