Kondisi Sosial & Budaya Masyarakat Setempat
Sumber : Rencan aInduk Geopark Dieng
Selain dengan kondisi alamnya yang khas, Kawasan Dataran Tinggi Dieng dapat dikatakan menarik secara budaya. Masyarakat di Kawasan Dataran Tinggi Dieng masih memegang teguh adat istiadat yang kental dengan nuansa Jawa. Salah satu yang menjadi ciri khas dari masyarakat Dieng ialah menjamu tamu di depan tungku api di dapur. Hawa dingin membuat masyarakat Dieng terbiasa menghangatkan diri di depan tungku api sehingga membuat kaki masyarakat Dieng memiliki ciri khas yang disebut Mongen. Mongen merupakan kulit kaki membekas menjadi kehitaman yang diakibatkan terlalu sering terkena panas. Karena itu pula, kebiasaan masyarakat Dieng untuk berdiam diri di depan pawon atau tungku api disebut dengan istilah Mongen. Dengan Mongen tersebut, maka masyarakat Dieng tetap melestarikan tungku api dan menjadi wadah dalam bersosialisasi baik antara masyarakat sekitar maupun dengan wisatawan yang berkunjung.
Tinjauan mengenai kondisi sosial dan budaya dari masyarakat setempat yang ada di kawasan deliniasi Geopark Dieng dapat ditinjau berdasarkan adanya acara kebudayaan atau event yang rutin dilaksanakan di masing-masing desa yang terindikasi menjadi lokasi deliniasi dari Geopark Dieng, baik dari Kabupaten Banjarnegara maupun Kabupaten Wonosobo. Acara kebudayaan dan event yang rutin dilaksanakan tersebut bersumber dari data Pemerintah Kabupaten Banjarnegara dan Pemerintah Kabupaten Wonosobo. Untuk Kabupaten Banjarnegara, terdapat beberapa event atau acara kebudayaan yang kerap diselenggarakan yaitu pada Desa Bakal dan Desa Karangtengah, Kecamatan Batur terdapat event Festival Merdada yang diselenggaran di lokasi geosite Telaga Merdada serta event Dieng Culture Festival yang diselenggarakan di lokasi geosite Kawah Sikidang. Selain itu, terdapat acara Camping Komunitas Pecinta Alam yang diselenggarakan di Kawah Gunung Pangonan (Desa Bakal, Desa Karangtengah, dan Desa Dieng Kulon) dan Telaga Dringo (Desa Pekasiran). Untuk lebih jelasnya mengenai masing-masing acara atau event yang diselenggarakan di masing-masing desa yang terindikasi menjadi lokasi deliniasi dari Geopark Dieng di Kabupaten Banjarnegara dijelaskan sebagai berikut.
- Event Festival Merdada, merupakan pertunjukan kesenian rakyat, gelar gunungan, dan sendra tari Telaga Merdada yang menceritakan terbentuknya Telaga Merdada menurut cerita Pewayangan yaitu pertempuran antara Raja Kera Subali dengan saudaranya yaitu Sugriwa. Pada siang hari, masyarakat dan wisatawan melakukan aksi penanaman pohon dan pelepasan benih ikan sebagai bentuk upaya pelestarian alam dan ekosistem di Telaga Merdada. Sementara itu, pada malam hari, masyarakat dan wisatawan diberikan kesempatan untuk melepaskan lampion harapan di kawasan telaga. Selain itu, terdapat pula rangkaian acara berupa Pasar Janganan, acara seni seperti Gelar Seni Negeri Kayangan, fashion show, dan parade kayak. (diengbanjarnegara.com).
Sumber: Pemerintah Kabupaten Banjarnegara (2023)
- Event Dieng Culture Festival, merupakan festival budaya dengan konsep sinergi antara unsur budaya masyarakat, potensi wisata alam Dieng, serta pemberdayaan masyarakat lokal agar dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki. Event ini juga mengangkat budaya masyarakat Dieng salah satunya ialah Ruwatan Bocah Rambut Gimbal yang menjadi acara puncak dari Dieng Culture Festival. Selain itu, Dieng Culture Festival menampilkan acara Jazz Di Atas Awan, Dieng Bersih, Sky Lantern, serta pameran produk unggulan UMKM Dieng dan pameran seni budaya Dieng. Dieng Culture Festival disebut sebagai salah satu event unggulan Jawa Tengah dan masuk kedalam 10 Kharisma Event Nusantara Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (indonesia.travel.id).
Gambar 1.26 Dieng Culture Festival
Sumber: visit.banjarnegarakab.go.id dan Asiatoday.id
- Acara Camping Komunitas Pecinta Alam, merupakan kegiatan berkemah yang diselenggarakan oleh masing-masing komunitas yang ada dari berbagai daerah di Indonesia serta sebagai wadah untuk berkumpul dan menghabiskan malam di tempat-tempat indah seperti Gunung Pangonan dan Telaga Dringo. Komunitas pecinta alam yang melakukan acara camping komunitas tersebut di antaranya seperti Ikatan Pemuda Pecinta Alam dan Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) dari berbagai universitas di sekitar Jawa Tengah dan sekitarnya. Acara Camping Komunitas Pecinta Alam tersebut pernah dilakukan di Gunung Pangonan pada saat perayaan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia pada malam hari 16 Agustus menuju 17 Agustus.
Gambar 1.27 Camping Komunitas Pecinta Alam Sumber: Pemerintah Kabupaten Banjarnegara (2023)
Kabupaten Wonosobo juga memiliki beberapa acara atau event kebudayaan yang diselenggarakan di beberapa desa yang menjadi lokasi deliniasi Geopark Dieng. Beberapa event kebudayaan tersebut di antaranya ialah: Tradisi Baritan di Desa Maron dan Desa Dieng; Tari Angguk Dieng; dan Ruwat
Rambut Gimbal; dan Seni Main Abit di Desa Tieng. Selain event kebudayaan, terdapat pula event non-kebudayaan yaitu Dieng Trail Run dan Dieng Orienteering Race yang melewati Desa Sembungan, Desa Dieng, dan Desa Campursari. Untuk lebih jelasnya mengenai masing-masing acara atau event yang diselenggarakan di masing-masing desa yang terindikasi menjadi lokasi deliniasi dari Geopark Dieng di Desa Wonosobo dijelaskan sebagai berikut.
- Tradisi Baritan, merupakan upacara adat yang diadakan dengan tujuan untuk mensyukuri nikmat yang diberikan serta memohon kepada Tuhan akan keselamatan penduduk. Secara umum, tradisi ini tidak hanya dimaknai untuk menjaga keamanan lingkungan, tetapi juga untuk menolak bencana. Adapun makna khusus dan nilai Tradisi Baritan ialah nilai kesederhanaan, nilai kerukunan, nilai kebersamaan, nilai religi, dan nilai gotong royong. Tradisi Baritan di Dieng memang tidak terekspos seperti halnya tradisi pemotongan rambut gimbal yang memang sudah dikemas sedemikian rupa menjadi sebuah festival berskala nasional, namun tradisi ini masih tetap terjaga dan digelar oleh sebagian masyarakat Dieng (khususnya Desa Dieng Kulon) setiap tahun pada bulan Sura (penanggalan Jawa). Penjaga tradisi ini adalah tujuh orang sesepuh desa yang dipimpin oleh Mbah Sumanto (menggantikan Mbah Naryono yang sudah meninggal beberapa waktu yang lalu (penelitianpariwisata.id).
Gambar 1.28 Tradisi Baritan Sumber: visit.banjarnegarakab.go.id
- Tari Topeng Lengger, Dikisahkan penamaan tarian ini berasal dari frasa kalimat ialah “Elingo Ngger, yen kowe bakale mati” (Ingatlah Nak, suatu saat kamu akan mati), yang dituturkan oleh Sunan Kalijaga saat berdakwah menggunakan media kesenian. Sementara sumber lain menyebutkan dari kata ‘Le dan Geger’ yaitu laki-laki yang membuat geger atau kejutan. Hal ini karena para penari tersebut dianggap Perempuan, namun ternyata penari tersebut adalah laki-laki. Syair dalam tembang Tari Topeng Lengger, dipercaya menceritakan kisah-kisah pada masa peralihan dari era klasik menuju era Islam yang salah satunya terdapat pada tembang Sontoloyo yang berarti Penggembala Bebek. Tembang tersebut mengisahkan proses peralihan kepercayaan yang terekam dalam kalimat “Sontoloyo, angon bebek ilang loro. Sing kuning ra patiya, sing abang pirang-pirang. Ala bapak Sontoloyo, Grayang-grayang tangane loro” yang dipercaya menceritakan Raja Brawijaya V sebagai penggembala keyakinan rakyatnya, meninggalkan kepercayaan lama karena situasi gejolak yang terjadi pada masa itu (Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Wonosobo, 2023).
Gambar 1.29 Tari Topeng Lengger
Sumber: alif.ID dan terasjateng.com
- Tari Angguk Dieng, merupakan salah satu tari tradisional yang berasal dari Dieng yang dilakukan dengan gerakan mengagguk-anggukan kepala oleh para penari saat sedang menari. Diantara jenis tarian angguk yang ada adalah Angguk Menorek, yaitu sebuah tarian yang menggambarkan cerita Menak (Pahlawan Arab) ataupun cerita Omar-Amir, Imam Auwongso, Wong Agung Jayenegoro dan sebagainya. Bentuk tarianya dipengaruhi unsur- unsur keagamaan, sedangkan kostum yang dikenakan merupakan kostum wayang orang. Alat-alat yang digunakan antara lain: Rebana, Jidor (bedug kecil) dan kendang. Sedangkan lagu yang dibawakan bernafaskan Islam. Tarian tersebut dinamakan Angguk, karena gerakan yang di bawakan menggunakan leher selalu mengangguk angguk. Pada masanya tarian ini dibawakan untuk menghormati Raja. Tari Angguk Dieng biasa ditampilkan dalam beberapa acara budaya seperti Dieng Culture Festival, upacara adat (perkawinan, selametan atau ritual keagamaan), dan pesta rakyat atau acara komunitas lokal (disparbud.wonosobokab.go.id).
Gambar 1.30 Tari Angguk Dieng Sumber: iNewsTv
- Cukur Ruwat Rambut Gimbal, merupakan upacara pemotongan rambut pada anak berambul gimbal Dieng. Ruwatan ini diselenggarakan secara massal pada rangkaian acara Dieng Culture Festival (DCF). Ruwatan ini dipercaya untuk membersihkan anak yang berambut gimbal dari kesialan dan malapetaka. Pada prosesi ini segenap warga masyarakat mengikuti rangkaiannya dengan khikmad. Mulai dari penjamasan, pemotongan, larungan dan doa bersama secara Islam. Suasana haru yang menyeruak mengakibatkan banyak yang berlinang air mata. Setelah selesai, pada kesempatan itu dihadirkan pula beberapa anak berambut gimbal yang rencananya akan diruwat pada tahun berikutnya (wisata.banjarnegarakab.go.id).
Gambar 1.31 Ruwatan Rambut Gimbal Sumber: Jadesta
- Seni Main Abit, merupakan seni bela diri tradisional yang berasal dari daerah Dieng. Seni Main Abit Dieng dilakukan oleh para pemuda di masyarakat Dieng sebagai bagian dari kegiatan seni bela diri dan latihan fisik. kesenian ini sering kali ditampilkan sewaktu hari raya, sebagai ungkapan rasa syukur dan melestarikan tradisi. Kesenian ini biasanya juga menampilkan atraksi topeng, barongan, dan lainnya (p2k.stekom.ac.id).
Gambar 1.32 Seni Main Abit Sumber: merdeka.com
- Dieng Trail Run, merupakan kegiatan lari lintas alam yang diselenggarakan di Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo. Rute perlombaan akan membawa peserta melintasi uniknya keindahan alam dan budaya Dieng. Dieng Trail Run bukan hanya sekedar perlombaan lari trail, melainkan sebuah kampanye bersama untuk membangun kesadaran terhadap ancaman perubahan iklim khususnya di sekitar Dieng. Dieng Trail Run merupakan bagian dari agenda tahunan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Wonosobo. Dieng Trail Run ini pertama kali dilaksanakan pada tahun 2022 (diengtrailrun.id)
Gambar 1.33 Dieng Trail Run Sumber: MediaIndonesia.com
- Dieng Orienteering Race, merupakan suatu lomba olahraga berlari sambil bernavigasi. Olahraga orienteering ini mengharuskan peserta untuk menemukan beberapa lokasi di
medan sebenarnya dengan bantuan peta dan kompas, sehingga keterampilan navigasi dan kecepatan dalam bergerak merupakan kunci dalam olahraga ini. Orienteering tergolong olahraga yang belum dikenal luas di masyarakat dikarenakan awalnya kegiatan ini dikenalkan kepada tentara. Lomba orienteering ini merupakan ajang kejuaraan berskala nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (indonesia.travel).
Gambar 1.34 Dieng Orienteering Race Sumber: Indonesia.travel (2022)
Dengan berbagai keragaman acara atau event yang diselenggarakan di masing-masing desa yang terindikasi sebagai lokasi deliniasi Geopark Dieng, dapat diketahui bahwa hampir seluruh acara atau event tersebut melibatkan masyarakat sekitar sehingga gotong-royong masih sangat kental di Daerah Dieng. Selain itu, sebagian besar dari acara atau event yang diselenggarakan tersebut memiliki nilai budaya sehingga masyarakat setempat masih menjunjung nilai-nilai kearifan lokal yang dikemas menjadi suatu acara. Dengan adanya acara-acara tersebut, masyarakat dapat bersosialisasi dan dapat menjadi daya tarik tersendiri dari segi pariwisata dikarenakan beberapa acara atau event tersebut hanya diselenggarakan di Daerah Dieng saja.