Analisis Kondisi Fisik untuk jenis tanah di Kawasan Geopark Dieng

Sumber : rencana Induk Geopark Dieng

Aspek Tanah

Kawasan Geopark Dieng terletak di dataran tinggi yang memiliki curah hujan dengan intensitas cukup tinggi. Dieng merupakan kaldera yang dikelilingi oleh pegunungan. Kawasan Dieng dikenal sebagai kompleks vulkanik yang memiliki salah satu aktivitas vulkanisme pasca kaldera (post-caldera) terpadat di Indonesia. Terdapat sekitar 9 gunung berapi pasca-kaldera yang menempati kaldera bagian dalam dengan luas sekitar ±40 km2 (Suhendro dkk., 2022). Kompleks gunung berapi ini sudah mengalami erupsi berkali-kali. Kondisi ini menyebabkan pembentukan batuan dan tanah di Kawasan Dieng banyak dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik. Terlebih lagi masih adanya kawah aktif seperti Sileri, Sinila, dan Sikidang (Suherndro dkk., 2022). Aktivitas vulkanik ini membentuk batuan-batuan vulkanik yang menjadi bahan induk tanah di kawasan tersebut. Meski aktivitas vulkanik tidak semasif di masa lalu, bekas dan sisa letusan masih memberikan dampak signifikan terhadap jenis tanah di Kawasan Dieng. Faktor curah hujan yang tinggi dan aktivitas vulkanik tersebut mempengaruhi karakteristik tanah yang terbentuk di Kawasan Dieng.

Data yang digunakan dalam analisis kondisi fisik untuk jenis tanah di Kawasan Geopark Dieng adalah data jenis tanah skala provinsi. Hal ini menyebabkan jenis tanah yang teridentifikasi hanya jenis tanah Latosol dan Regosol. Kedua jenis tanah ini memiliki kesamaan, yaitu berasal dari bahan vulkan. Sebaran Regosol ditemukan seluas 1.176,56 Ha yang berada di Kecamatan Mojotengah. Sementara itu, sebaran tanah Latosol ditemukan hampir di seluruh Kawasan Geopark Dieng seluas 30.759,18 Ha. Selain kedua tanah di atas, pada skala yang lebih detail, ditemukan jenis tanah lain di Kawasan Geopark Dieng. Jenis tanah tersebut antara lain Andosol, Latosol, Litosol, dan Kambisol.

Peta Jenis Tanah Sumber: Tim Penyusun (2023)

Andosol merupakan tanah yang berkembang dari bahan induk abu dan pasir vulkan. Jenis tanah Andosol yang ditemui di Kawasan Dieng antara lain Andosol Litik, Andosol Umbrik, dan Andosol Okrik. Andosol terdiri dari bahan nonkristalin dari proses pelapukan serta bahan organik yang terakumulasi selama proses pembentukan tanah. Jenis tanah ini dikenal memiliki tingkat kesuburan yang baik sehingga banyak dimanfaatkan sebagai lahan agrikultur di daerah vulkanik. Umumnya, Andosol ditemui di wilayah dengan relief bergelombang dan bergunung-gunung yang lembab dengan tipe vegetasi yang variatif. Hal tersebut juga menyebabkan Andosol memiliki kandungan nutrien yang tinggi.

Tanah Andosol memiliki warna yang gelap dan porositas yang tinggi. Warna yang gelap ini disebabkan tingginya kandungan bahan organik. Bahan organik ini menyebabkan Andosol menjadi tanah yang subur karena meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan nutrient dan mendukung aktivitas microbial. Nutrien yang terdapat pada tanah Andosol antara lain fosfor, potassium, dan kalsium yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, Andosol juga memiliki permeabilitas yang tinggi dan kemampuan menahan air yang baik. Tanah ini memiliki tingkat kelengketan, plastisitas, dan kekerasan yang rendah. Hal ini karena kandungan bahan nonkristalin dan bahan organik yang banyak. Struktur tanah Andosol berkembang dengan baik. Oleh karena itu, Andosol memiliki porositas yang tinggi dengan ukuran pori yang mampu menahan air dengan baik.

Jenis tanah Andosol yang terdapat di Kawasan Dieng antara lain (Subardja dkk., 2014):

  1. Andosol Litik

Andosol Litik merupakan Andosol yang mempunyai kontak litik atau pralitik pada kedalaman 50 cm dari permukaan.

  • Andosol Umbrik

Andosol Umbrik merupakan Andosol yang mempunyai horizon A umbrik. Horizon ini memiliki warna yang gelap. Kadar C organik horizon umbrik adalah >2,5% atau ≥0,6% lebih tinggi dari horizon C. Kejenuhan basa (KB) yang dimiliki <50%. Ketebalan dari epipedon umbrik adalah ≥18 cm.

  • Andosol Okrik

Andosol Okrik adalah Andosol dengan konsistensi licin (smeary) dan memiliki tekstur lempung berdebut atau lebih halus pada kedalaman 100 cm dari permukaan. Epipoden okrik memiliki ketebalan ≤18cm dan warna yang cerah.

Tanah Andosol banyak dimanfaatkan untuk agrikultur. Karakteristik tanah yang subur dan kemampuan menahan air yang baik menyebabkan tanah ini dimanfaatkan sebagai lahan untuk menanam berbagai jenis tanaman pangan, baik sayuran maupun buah-bauahan. Meski begitu, Andosol dapat mengalami nutrient leaching atau pencucian nutrien dan erosi, terutama di daerah dengan curah hujan yang tinggi. Oleh karena itu, pengelolaan tanah Andosol khususnya untuk agrikultur perlu dilakukan dengan baik.

Jenis tanah lain yang ditemukan di Kawasan Dieng adalah Latosol Kromik. Tanah Latosol merupakan tanah yang berkembang dari bahan vulkan. Tanah ini memiliki kandungan liat ≥40% dan bersifat remah atau gembur. Tanah Latosol juga dikenal sebagai tanah merah. Warna merah yang khas ini diakibatkan adanya kandungan zat besi dan alumunium oksida. Kandungan tersebut disebabkan adanya proses pelapukan dan pencucian pada profil tanah. Tingginya kandungan zat besi dan alumunium oksida menyebabkan Latosol memiliki kemampuan tanah dalam menampung nutrient. Tanah Latosol memiliki porositas rendah dengan drainase yang baik. Karakteristik tersebut menguntungkan dan baik bagi pertumbuhan akar tanaman. Tanah Latosol merupakan tanah dalam dengan kedalaman 20-30 m.

Umumnya, Tanah Latosol terbentuk di daerah dengan curah hujan yang tinggi. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya proses pencucian pada Tanah Latosol. Akibatnya, kandungan nutrien juga dapat hilang dari profil tanah. Hilangnya nutrien menyebabkan kekurangan nutrien pada lapisan tanah bagian atas. Proses pencucian nutrien ini juga berkaitan dengan tingkat keasaman tanah. Hilangnya nutrien menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan pH Tanah Latosol bersifat asam.

Meski kesuburan Tanah Latosol sangat dipengaruhi oleh proses pencucian, tanah ini masih dapat dimanfaatkan untuk agirkultur. Namun, tanah yang berisfat asam menyebabkan jenis tanaman yang dapat ditanam juga hanya tanaman tertentu. Beberapa tanaman yang dapat hidup pada kondisi tanah yang asam antara lain kopi dan teh. Kerentanan Tanah Latosol terhadap pencucian nutrien yang mempengaruhi kesuruburan menjadi tantangan dalam memanfaatkan tanah ini. Beberapa contoh strategi pengelolaan yang dapat dilakukan adalah penambahan bahan organik dan penggunaan pupuk. Tujuannya adalah untuk menjaga keseburan tanah dan mengantisipasi kondisi kekurangan nutiren.

Selanjutnya, Tanah Litosol juga ditemukan di Kawasan Dieng. Tanah Litosol termasuk jenis tanah muda yang terbentuk karena proses pelapukan yang masih rendah. Litosol juga dikenal sebagai jenis tanah yang belum mengalami perkembangan. Artinya, batuan induk dari Tanah Litosol belum terlapuk secara sempurna. Kondisi ini mengakibatkan Tanah Litosol memiliki tekstur yang beragam. Batuan induk dari Litosol adalah batuan beku yang merupakan produk dari aktivitas vulkanik. Tanah

Litosol memiliki ketebalan tanah yang tipis dan merupakan tanah dangkal. Karena merupakan tanah yang masaih muda, lapisan tanah masih tipis bahkan kurang dari 25 cm. Tanah ini juga kurang subur karena kandungan bahan organik yang rendah. Oleh karena itu, Tanah Litosol kurang cocok sebagai media untuk akar tanaman dapat tumbuh.

Kawasan Dieng juga memiliki jenis tanah Kambisol Distrik. Tanah Kambisol berkembang di berbagai jenis litologi yang berbeda. Umumnya, tanah ini berkembang di daerah yang memiliki jenis bahan induk yang beragam. Horizon Tanah Kambisol masih dinamis. Hal ini mengindikasikan proses perpindahan material pada profil tanah yang masih berlangsung. Akibatnya, tekstur dan komposisi pada profil tanah juga sangat beragam. Keberadaan ukuran partikel dan kandungan mineral yang berbeda dalam satu profil tanah yang sama menjadi salah satu karakteristik khas dari Kambisol. Jenis Tanah Kambisol banyak dijumpai pada daerah dengan lereng yang curam dan berbukit-bukit. Kondisi ini juga mempengaruhi karakteristik profil tanah yang dinamis dan adanya perpindahan material dari lereng di atasnya. Selain tekstur yang beragam, kandungan mineral Tanah Kambisol juga beragam. Keberadaan Tanah Kambisol yang berada pada lereng membutuhkan strategi konservasi dalam pemanfaatannya. Misal, pembuatan teras atau contour plowing.

Jenis tanah yang terdapat di Kawasan Dieng sangat unik sesuai dengan karakteristik geologis dan kondisi iklim di kawasan tersebut. Meski begitu, pemanfaatan lahan yang sangat intensif dapat menyebabkan terjadinya degradasi lahan. Perluasan perkebunan melalui alih fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan menyebabkan dampak lingkungan berupa erosi dan deforestasi. Aktivitas pertanian yang intens dan curah hujan yang tinggi meningkatkan peluang terjadinya pencucian tanah yang dapat menghilangkan kandungan hara dan nutrien pada tanah.

Penelitian yang dilakukan oleh Simanjutak dkk. (2010) di lahan pertanian kentang di Dieng menunjukkan bahwa lahan bagian atas memiliki kandungan unsur hara yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan di bagian bawah. Hal ini terjadi akibat peristiwa erosi dan penurunan deposit tanah topsoil yang subur pada lahan bagian bawah. Ketebalan topsoil rata-rata di Kawasan Dieng adalah 40 cm. Nilai ini akan terus berkurang mengingat laju erosi yang cukup tinggi. Pola tanam yang tidak sesuai, seperti pemotongan kontur tanah untuk menghindari genangan dan pertanian pada lahan miring dengan kemiringan lebih dari 45o menyebabkan laju erosi semakin tinggi.

Laju erosi yang tinggi dapat berimpilikasi serius. Salah satunya adalah pendangkalan sungai akibat sedimentasi. Akibatnya, dapat terjadi banjir karena akumulasi sedimen menyebabkan berkurangnya kapasitas tampungan sungai. Salah satu bukti menghilangnya topsoil akibat erosi yang masif adalah terlihatnya material bahan induk tanah seperti Regolith yang terbawa ke permukaan (Wardoyo dkk., 2021). Tingginya curah hujan di Kawasan Dieng menyebabkan tipe erosi splash atau percik menjadi yang paling umum dan sering ditemukan. Erosi percik akan berhenti saat lapisan air hujan sudah cukup tebal. Pada saat itulah terjadi tipe erosi selanjutnya, yaitu tipe erosi sheet atau lembar. Oleh karena itu, pengelolaan lahan yang bijaksana dan sesuai dengan wawasan lingkungan diperlukan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan pertanian di Kawasan Dieng.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *