Aspek Iklim Kawasan Geopark Dieng

Sumber : Rencana Induk Geopark Dieng
Aspek Iklim Kawasan
Kawasan Dieng berada pada ketinggian rata-rata 2.000-2.500 (mdpl) dengan topografi wilayah didominasi oleh dataran tinggi. Hal ini menjadikan Kawasan Dieng sebagai kawasan yang subur karena terletak di antara kawasan gunung vulkanik yang masih aktif. Berada di dataran yang tinggi,
Kawasan Dieng memiliki rata-rata suhu harian 15–20°C pada siang hari dan 6–10°C pada malam hari. Namun, pada musim kemarau tepatnya bulan Juli–Agustus suhu udara dapat menurun hingga 0°C di pagi hari. Rata-rata kecepatan angin harian di Kawasan Dieng pada bulan Juli pada siang hari arah Selatan Tenggara sebesar 6 km/jam sedangkan pada malam hari arah Selatan Barat Daya sebesar 7 km/jam dengan angin kencang sebesar 24km/jam.
Kawasan Dieng memiliki rata-rata kelembaban udara harian pada bulan Juli yaitu 79,70%–88,20% dengan klasifikasi tinggi dan berada di atas tingkat kelembaban udara rata-rata yang direkomendasikan para ahli kesehatan (Relative Humidity) yaitu 45%–65%. Kondisi kelembaban ini sejalan dengan lama penyinaran yang singkat yaitu selama 2.294 jam dalam satu tahun dengan rata- rata lama penyinaran 75,3 jam per bulan. Lama penyinaran tertinggi yaitu pada bulan September ketika telah memasuki puncak musim kemarau dan waktu penyinaran paling rendah di bulan Februari karena telah mencapai puncak musim hujan. Kelembaban udara yang tinggi di wilayah pegunungan dan dataran tinggi mengindikasikan bahwa udara di wilayah tersebut memiliki kadar air yang tinggi. Kelembaban yang tinggi juga mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan sehingga harus dijaga dan diseimbangkan dengan berjemur di bawah sinar matahari.

Lama Penyinaran Matahari Kawasan Dieng Tahun 2022 Sumber: Olah Data Climate-data.org (2023)
Kawasan Dieng beriklim tropis dengan musim hujan yang cenderung lebih lama dari musim kemarau dan dengan curah hujan rata-rata lebih dari 3500 mm/tahun membasahi 59,10% atau seluas 18.872 Ha dari total luas wilayah kawasan. Jika dihitung lebih rinci, rata-rata tersebut secara lebih spesifik adalah 3.432 mm/tahun. Curah hujan tertinggi pada tahun 2022 terjadi pada bulan November yaitu 388,7 mm dengan jumlah hari hujan 24 hari. Sedangkan berdasarkan luas, curah hujan tertinggi sebesar >5000 mm/tahun telah membasahi 291 Ha dari luas wilayah kawasan. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei yaitu 58,6 mm dengan jumlah hari hujan 15 hari karena telah mulai memasuki musim kemarau.
BMKG memperkirakan bahwa pada tahun 2023, awal dan puncak musim kemarau umumnya akan sama dan maju lebih cepat satu bulan dari keadaan normal (temanggungkab.go.id). Memasuki masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau, masyarakat dihimbau untuk waspada terhadap potensi cuaca ekstrim seperti petir, angin kencang, hujan lebat yang mengakibatkan bencana seperti banjir, longsor, dan kekeringan di musim kemarau. Berdasarkan kondisi iklim makro diperlukan antisipasi
terjadinya potensi bencana salah satunya dengan efisiensi penggunaan air serta mengurangi penggunaan bahan yang mudah terbakar di kawasan hutan dan lahan yang mudah terbakar.

Tabel 1.4 Curah Hujan Berdasarkan Luas Wilayah
Sumber: Olah Data Stasiun Geofisika Banjarnegara (2023)
Sitorus dkk. (2017) menyebutkan bahwa secara umum temperatur udara di suatu daerah dipengaruhi oleh lama penyinaran, ketinggian daerah, angin, serta iklim cuaca. Jika disimpulkan dari kondisi di atas, Kawasan Dieng memiliki iklim kawasan yang khas, menjadikan kawasan ini sering dipilih untuk menjadi tujuan wisata di musim libur. Perubahan suhu yang ekstrim pada saat musim kemarau mendorong munculnya fenomena unik yaitu “Mbun Pas” atau embun beku (Frost) seperti salju. Perubahan suhu yang terjadi sejak malam hingga dini hari menyebabkan embun yang terbentuk kemudian membeku. Fenomena frost yang muncul di Kawasan Dieng dipengaruhi oleh kondisi topografi lokal dan kompleksitas bentuk muka tanah yang menyumbang variasi suhu di permukaan.

Peta Curah Hujan Sumber: Tim Penyusun (2023)
Fenomena alam ini mampu menarik minat wisatawan terutama pendaki yang berkunjung ke Dieng karena dapat dijumpai di beberapa tempat wisata seperti Candi Arjuna. Di balik fenomena tersebut, keberadaan embun es dirasa merugikan petani sayur karena menyebabkan kerusakan tanaman dan gagal panen. Faktor iklim dengan kelembaban tinggi dan curah hujan yang tinggi berpengaruh terhadap pola pemanfaatan lahan masyarakat di Kawasan Dieng yang mayoritas dimanfaatkan untuk bercocok tanam. BKMG menghimbau para petani untuk dapat beradaptasi dan mitigasi dampak buruk embun es dengan mengatur pola tanam dan memilih varietas tanaman yang resisten terhadap konidis ini. Selain itu, suhu udara yang cenderung dingin, berpengaruh terhadap kebiasaan masyarakat lokal yang menarik yaitu “Genen” (mengahangatkan badan di depan tungku perapian) dan “Karing” (berjemur di bawah hangatnya sinar matahari). Tidak jarang kegiatan tersebut dilakukan oleh masyarakat dengan mengikutsertakan wisatawan yang berkunjung ke Kawasan Dieng.