Kampung Ilmu Menjalar Ke Wonosobo

Imam Prasodjo, seorang sosiolog terkemuka, aktif merintis konsep Kampung Ilmu, sebuah pusat pembelajaran yang menggabungkan pendidikan formal dan informal, dengan fokus pada akhlak dan karakter. Sejak mendirikan Yayasan Nurani Dunia pada 1999, Imam mengusung pendidikan untuk masyarakat yang kurang mampu. Proyek Kampung Ilmu di Tegalwaru, Purwakarta, adalah salah satu bentuk upaya tersebut, dengan fasilitas pendidikan yang mendukung pembelajaran lintas komunitas untuk melahirkan wirausahawan desa dan mengintegrasikan pendidikan berbasis komunitas.

Di Kampung Ilmu, siswa diajak belajar dari mana saja dan dari siapa saja, terinspirasi oleh filosofi Ki Hajar Dewantara, “semua orang murid, semua orang guru, dan semua tempat sekolah.” Metode ini mengedepankan dynamic hybrid education network, yang didukung oleh jaringan pengajar kreatif, baik lokal maupun internasional. Hal ini dirancang untuk merespon tantangan zaman, terutama dalam hal digitalisasi dan adaptasi pendidikan.

Yayasan Nurani Dunia Imam telah memperluas program serupa di Banjarnegara melalui Seray Network dan di Wonosobo bersama Yayasan Diaspora. Dengan demikian, konsep ini mulai menyebar dan memberikan dampak yang signifikan pada pendidikan di wilayah-wilayah tersebut.

Imam juga mengkritisi program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka pemerintah yang menurutnya belum sepenuhnya memberikan kebebasan yang dibutuhkan oleh siswa untuk mengeksplorasi di luar batas jurusan. Imam berharap pemerintah dapat membuat kebijakan yang lebih substansial dan berbasis kebutuhan nyata, seperti memperluas akses pendidikan melalui jaringan Wi-Fi zone di daerah terpencil daripada sekadar pembagian pulsa internet.

Dengan Kampung Ilmu, Imam Prasodjo berharap model pendidikan inklusif, responsif, dan partisipatif dapat diterapkan di seluruh Indonesia, membuka peluang bagi semua pihak untuk berkontribusi pada pendidikan anak bangsa.

Imam Prasodjo meyakini bahwa perubahan dalam sistem pendidikan tidak dapat bergantung pada pemerintah saja, tetapi memerlukan keterlibatan masyarakat luas. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai elemen masyarakat, akademisi, praktisi, dan sektor swasta untuk menciptakan ruang belajar yang tidak dibatasi oleh tembok sekolah, di mana siswa dapat memperoleh ilmu praktis dan keterampilan sesuai minat mereka. Imam mendorong pendekatan pendidikan yang “out of the box” agar mampu menjawab tuntutan zaman dan memberikan dampak langsung bagi kehidupan masyarakat.

Model Kampung Ilmu yang dibangun Imam tidak hanya menawarkan fasilitas fisik, seperti laboratorium, ruang kelas, dan perpustakaan, tetapi juga menciptakan lingkungan dinamis yang mendorong siswa untuk belajar dari pengalaman nyata. Anak-anak diajak untuk terlibat dalam proyek-proyek berbasis komunitas, mulai dari pertanian, pengelolaan lingkungan, hingga keterampilan teknologi. Melalui pendekatan ini, Imam berharap dapat mencetak generasi muda yang kreatif, mandiri, dan mampu memberikan kontribusi nyata bagi desanya.

Selain membangun fasilitas, Imam juga mengundang berbagai pengajar tamu, termasuk ahli teknologi dari dalam dan luar negeri. Anak-anak tidak hanya belajar dari guru formal, tetapi juga dari mahasiswa dan profesional yang memiliki keahlian di bidang yang beragam. Di era digital, Imam mengandalkan teknologi untuk membuka peluang pembelajaran daring, seperti kelas multimedia yang diisi mahasiswa ITB atau pengajar dari Amerika Serikat.

Visinya ke depan adalah membentuk network of learning villages atau jaringan kampung ilmu yang tersebar di seluruh Indonesia, di mana setiap desa bisa mengembangkan keunggulan lokalnya, baik itu dalam bidang agrikultur, pariwisata, atau teknologi, sebagai modal untuk pembangunan yang berkelanjutan. Dengan cara ini, setiap desa bisa menjadi pusat inovasi dan pengembangan sumber daya manusia, yang secara keseluruhan berkontribusi pada kemajuan nasional.

Imam juga mendorong para pemangku kebijakan untuk lebih peka terhadap realitas dan kebutuhan pendidikan di lapangan. Baginya, pendidikan bukan hanya soal pencapaian akademis, tetapi bagaimana seseorang mampu beradaptasi dan berkontribusi positif di lingkungannya. Ia berharap Kampung Ilmu dapat menginspirasi banyak daerah, termasuk Wonosobo dan Banjarnegara, untuk menciptakan ruang belajar yang bebas, kreatif, dan relevan, serta dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Untuk Wonosobo sendiri didorong konsentrasi pada masalah lingkungan Hidup Khususnya Pemulihan DAS Serayu dan lokasi kampun gIlmunya ada Di Desa jengkol Garung wonosobo dan dikelola oleh yayasan Diaspora

Di tengah gencarnya digitalisasi, Imam melihat bahwa pendidikan berbasis komunitas ini menjadi lebih penting dari sebelumnya. Bagi Imam, jika program seperti Kampung Ilmu diterapkan secara luas dan disokong penuh oleh pemerintah serta sektor swasta, Indonesia akan memiliki generasi muda yang tak hanya berpendidikan tinggi, tetapi juga memiliki karakter kuat dan keterampilan hidup yang mumpuni. Dengan begitu, bangsa ini dapat bergerak lebih dinamis, sejalan dengan perkembangan global dan memiliki daya saing di tingkat internasional.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *