kelompok tani yang pernah bermitra dalam pemulihan Sub DAS Tulis (11) LMDH Alam Lestari Desa Dieng Wonosobo

LMDH Alam Lestari dan Pengembangan Wana Wisata untuk Pendidikan di Desa Dieng

Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Alam Lestari di Desa Dieng telah menjalin kerjasama dengan SCBFWM (Sustainable Community-Based Forest Management) dalam upaya pengembangan wana wisata di area Petak 9 Dieng Plateau. Tafrihan, salah seorang pengurus LMDH, menjelaskan rencana pengembangan tempat seluas 6,7 hektar ini sebagai wana wisata sekaligus sebagai pusat pendidikan mengenai konservasi.

LMDH Alam Lestari telah bekerja sama dengan Perhutani melalui mekanisme Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) untuk mengelola wana wisata ini. Rencananya, di area tersebut akan dibangun taman bunga yang berisi bunga-bunga khas Dieng, serta Rumah Pintar yang berfungsi sebagai tempat informasi tentang kegiatan konservasi dan pusat penjualan kerajinan serta produk olahan hasil pertanian dan perkebunan. Tafrihan juga menekankan bahwa komunitas berbasis masyarakat (CBO) yang didampingi SCBFWM akan memiliki kesempatan untuk menjual produk mereka di Petak 9.

Meskipun Petak 9 telah diresmikan sejak tahun 2012, perkembangan pengelolaan kegiatan di lokasi tersebut belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Menurut Slamet Mustangin, Ketua LMDH Alam Lestari, tantangan yang dihadapi adalah penanaman bunga yang kurang berkembang optimal di antara pepohonan, mengingat dalam konsep hutan lindung, pemotongan pohon dilarang. Proses pembangunan sesuai dengan rencana (blue print) diharapkan memakan waktu sekitar lima tahun, dan saat ini LMDH Alam Lestari masih berupaya mencari dana untuk merealisasikan pembangunan tersebut.

Salah satu bentuk kerjasama lain antara LMDH Alam Lestari dan Perhutani adalah penanaman carica untuk petani lokal. Sri Endarwati, Koordinator pengelolaan carica di Alam Lestari, menegaskan pentingnya mengembangkan bisnis carica sekaligus memberdayakan warga, khususnya perempuan. Ia menerapkan sistem kontrak dengan para petani, membeli carica dengan harga tidak kurang dari Rp2.000 per buah untuk memastikan pendapatan yang stabil dan mendorong semangat menanam carica.

Sri juga menyampaikan bahwa carica adalah tanaman yang mendukung konservasi, karena bukan tanaman semusim dan hasilnya cukup menguntungkan untuk mendukung ekonomi. Ia menggarisbawahi bahwa kondisi hutan yang gundul akan berdampak negatif pada pertanian dan penghasilan masyarakat, sehingga penting untuk menjaga kelestarian hutan. Sri, yang berasal dari Patak Banteng, belajar mengolah carica saat menjadi anggota Perkasa 2 di Dusun Kalilembu, dan kini suaminya, Slamet Mustangin, menjabat sebagai Ketua LMDH Alam Lestari.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *