Studi Kasus Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Desa Sembungan
Desa Sembungan, sebagai desa tertinggi di Pulau Jawa, memiliki potensi besar dalam pengembangan ekowisata. Dengan hak kepemilikan, akses, dan pengelolaan atas sumber daya hutannya, penduduk desa berinisiatif untuk mengembangkan lokasi ekowisata Golden Sunrise Sikunir (GSS). Kolaborasi antara masyarakat lokal, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), dan Perum Perhutani telah memberikan dampak signifikan terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan penduduk desa.
Perubahan Ekonomi
Sebelum tahun 2011, mayoritas penduduk desa mengandalkan pertanian kentang sebagai sumber utama pendapatan, dengan rata-rata pendapatan bulanan sekitar Rp 2.000.000. Namun, sejak terlibat dalam sektor ekowisata, sekitar 280 penduduk desa berhasil memperoleh pendapatan tambahan yang mencapai Rp 2.500.000 per bulan, tergantung pada tingkat keterlibatan mereka dalam aktivitas pariwisata.
Sejarah Pengembangan Pariwisata
Sektor pariwisata di Desa Sembungan telah berkontribusi pada peningkatan pendapatan petani setempat sejak tahun 1980-an. Pada masa itu, penduduk desa berfungsi sebagai pemandu wisata dan membayar biaya tidak resmi kepada petugas kehutanan untuk memasuki kawasan hutan negara. Namun, desa ini juga menghadapi tantangan serius berupa deforestasi, yang meningkatkan risiko banjir dan tanah longsor.
Regulasi dan Pemulihan Hutan
Dengan adanya regulasi mengenai pengelolaan hutan kemasyarakatan yang dikeluarkan pada tahun 2006, serta kampanye reboisasi pemerintah Kabupaten Wonosobo pada tahun 2008, Badan Perwakilan Desa (BPD) Sembungan memulai program pemulihan hutan. Masyarakat desa turut berpartisipasi dalam kegiatan peningkatan kapasitas untuk mempelajari pengelolaan ekowisata di hutan Sikunir serta kawasan danau dan air terjun di sekitarnya.
Pembentukan Kelompok Sadar Wisata
Pada tahun 2011, LMDH Sembungan berhasil mencapai kesepakatan dengan Perum Perhutani untuk membuka lokasi ekowisata GSS bagi umum. Pada bulan Juni 2013, LMDH Sembungan membentuk badan hukum resmi bernama Kelompok Sadar Wisata untuk Danau Cebong dan Bukit Sikunir, atau dikenal sebagai “Pokdarwis.” Asosiasi ini terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM dan diakui oleh berbagai institusi pemerintah, bank, dan organisasi lainnya.
Kerja Sama dan Jaringan
Di tingkat desa, Pokdarwis bekerja sama dengan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), sementara di tingkat provinsi, mereka berkolaborasi dengan Association of Indonesian Tour and Travel Agencies (ASITA), yang memiliki 148 biro perjalanan yang mempromosikan berbagai tujuan wisata di Indonesia. Jaringan ini memperkuat kemampuan Pokdarwis dalam mempromosikan ekowisata dan meningkatkan daya tarik Desa Sembungan sebagai destinasi wisata.
Struktur Organisasi dan Kegiatan Pokdarwis di Desa Sembungan
Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) di Desa Sembungan memiliki 280 anggota yang semuanya merupakan penduduk setempat. Anggota Pokdarwis berkontribusi dalam berbagai aspek pengelolaan ekowisata di Golden Sunrise Sikunir (GSS). Berikut adalah rincian mengenai peran, regulasi, dan pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan ekowisata ini.
Peran Anggota Pokdarwis
Anggota Pokdarwis terlibat dalam berbagai posisi, antara lain:
- Pemandu Wisata: Memberikan informasi dan memandu pengunjung dalam menjelajahi lokasi wisata.
- Staf Loket: Bertanggung jawab untuk menjual tiket dan memberikan informasi kepada pengunjung.
- Petugas Keamanan: Menjaga keamanan dan ketertiban di area wisata, baik umum maupun di lokasi akomodasi.
- Petugas Parkir: Mengelola area parkir untuk pengunjung yang membawa kendaraan.
- Petugas Kebersihan: Memastikan kebersihan area wisata dan fasilitas umum seperti toilet.
Selain itu, beberapa anggota juga berperan sebagai penjaja makanan dan minuman, penyedia jasa akomodasi, serta penjual cindera mata dan kerajinan tangan.
Standar Pelayanan dan Regulasi
Pokdarwis memberlakukan standar pelayanan dan persyaratan tertentu bagi para anggota, termasuk:
- Penyedia Jasa Akomodasi: Harus menetapkan biaya sesuai dengan fasilitas yang disediakan:
- Maksimal Rp 250.000 per malam untuk kamar dengan kamar mandi dalam.
- Maksimal Rp 150.000 per malam untuk kamar dengan kamar mandi luar.
- Menu Sarapan: Semua tamu harus dijamu dengan kopi atau teh dan kentang panggang segar.
- Harga Jual: Makanan, minuman, cindera mata, dan kerajinan tangan tidak boleh melampaui harga maksimal yang ditentukan.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dilaporkan kepada sekretariat Pokdarwis untuk ditindaklanjuti.
Mendorong Keterlibatan Masyarakat
Pokdarwis aktif mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekowisata dengan cara:
- Alih Fungsi Kamar: Penduduk yang memiliki kamar kosong dianjurkan untuk mengalihfungsikannya menjadi akomodasi.
- Penggunaan Lahan: Penduduk yang memiliki lahan datar diberikan kesempatan untuk mengubahnya menjadi area parkir.
- Negosiasi Sewa: Pokdarwis memfasilitasi negosiasi antara penduduk dan BPD mengenai sewa lahan untuk kios makanan dan cindera mata.
Pendapatan dari Ekowisata
Pendapatan dari pengelolaan ekowisata GSS bersumber dari:
- Biaya Tiket Masuk: Rp 10.000 per orang, dengan rata-rata jumlah pengunjung mencapai 5.000 orang per bulan, dan meningkat menjadi 3.000 wisatawan per hari pada musim liburan.
- Pembagian Pendapatan:
- Pokdarwis: 44%
- Perum Perhutani: 35%
- LMDH: 13%
- BPD: 8% (digunakan untuk program sosial di bidang pendidikan dan kesehatan)
Pokdarwis juga memperoleh pendapatan tambahan dari biaya penggunaan toilet umum.
Pekerjaan Bergilir dan Peluang Kerja
GSS memberikan penghasilan tambahan bagi penduduk Desa Sembungan, yang melengkapi pendapatan mereka dari pekerjaan utama. Dari 280 anggota:
- 100 anggota bekerja secara bergiliran sebagai staf loket, pemandu wisata, petugas keamanan, dan petugas kebersihan toilet.
- 20 anggota berfungsi sebagai petugas parkir.
- 5 anggota menjadi petugas kebersihan umum.
- 30 anggota direkrut oleh HPI dan bekerja di lokasi akomodasi sebagai petugas kebersihan, juru masak, dan staf lainnya.
Studi kasus Desa Sembungan menunjukkan bahwa pemanfaatan jasa lingkungan melalui pengembangan ekowisata tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga mendorong pelestarian sumber daya alam. Melalui kerjasama antara penduduk lokal dan lembaga terkait, Desa Sembungan telah berhasil mengubah tantangan menjadi peluang yang menguntungkan, sambil tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Pendekatan yang inklusif dan kolaboratif ini dapat menjadi model bagi desa-desa lain dalam mengembangkan potensi ekowisata mereka.Pokdarwis di Desa Sembungan telah berhasil menciptakan model pengelolaan ekowisata yang melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif. Dengan regulasi yang ketat dan standar pelayanan yang tinggi, ekowisata GSS tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat, tetapi juga mempromosikan pelestarian lingkungan. Pendekatan kolaboratif ini dapat menjadi contoh bagi desa-desa lain dalam mengembangkan potensi pariwisata yang berkelanjutan. ( Tafrihan , Ketua Pengawas Podarwis Cebong Sikunir Sembungan )